Assalamu’alaikum wr.wb.,
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat, taufik, hidayah, dan
kesehatan-Nyalah, kita dapat berkumpul di tempat yang sederhana namun sangatlah
bermanfaat ini.
Tak henti-hentinya pula
kita kirimkan shalawat dan salam terhangat bagi Rasulullah Saw. Karena ianya
pula kita semua dapat keluar dari alam yang gelap, kelam, hitam, dan pekat,
menuju alam yang indah, terang benderang, nan menawan.
Teman-temanku saya
banggakan, tahukah kamu apa senjata yang paling ampuh untuk manaklukkan dunia?
Dan apa pula kendaraan yang menawan tuk bertamasyah ke akhirat? Ya, ilmulah itu.
Dalam KBBI, ilmu adalah
pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah. Dengan serangkain percobaan
maka pengetahuan pun dipatenkan menjadi ilmu pengetahuan.
Contohnya begini, kita
semua tahu bahwa air jika mendidih pastilah panas. Ini yang disebut
pengetahuan. Namun, untuk mengetahui seberapa panas suhu air ketika mendidih,
kita melakukan penelitian, maka didapatilah air mendidih pada suhu 100° C.
inilah yang disebut ilmu pengetahuan.
Ilmu senantiasa tumbuh
dan berkembang, ilmu itu haruslah berguna dan dapat dipraktekkan untuk
kehidupan sehari-hari, serta ilmu tersebut untuk kesejahteraan umat manusia.
Dalam islam, Al quran dan
sunnah, merupakan sandaran paling hakiki dari semua ilmu pengetahuan. Tidak
saja menjadi sandaran dan sumber, tapi sekaligus menjadi perintah dan orientasi
kehidupan.
Teman-teman, Imam syafi’I
suatu ketika menggubah syair. Sebuah syair tentang para pencari ilmu dan
syarat-syarat memperoleh ilmu. Kata Iman Syafi’I, tidaklah mungkin ilmu
didapat, kecuali dengan enam syarat. Enam syarat itu ialahdzaka, hirsh,
ishtibar, bulghah, irsyadu ustadzin, dan zaman.
Bagaimanapun, seorang
pencari ilmu, kata Iman Syafi’I, harus memiliki kecerdasan, dzaka. Dzaka adalah
syarat yang tak bisa ditawar. Begitu pula hirz, seorang pencari ilmu harus
pula memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Tanpa semangat, seorang
pencari ilmu hanya akan tenggelam dalam cita-cita palsunya yang tak pernah
selesai dibangun. Kecerdasan dan semangat saja, tak cukup untuk mendapatkan
ilmu yang sempurna. Para pencari ilmu harus membekali diri mereka dengan ishtibarin,
kesabaran yang luas layaknya samudera. Karena semangat tanpa kesabaran hanya
akan membuat pencari ilmu muda terjerembab pada keputusasaan.
Selanjutnya, Imam Syafi’i
juga mensyaratkan bhulghatin, modal. Jer bersuki mawa bea, setiap
kesuksesan selalu meminta biaya, kata orang Jawa demikian. kemajuan ilmu
pengetahuan pengetahuan, memang bukan tiba-tiba jatuh dari langit. Semua usaha
dikerahkan, termasuk dana dalam pencarian, penelitian, dan sekian banyak
percobaan. Dan, unsur paling penting dalam syarat Imam Syafi’I adalah irsyadul
ustadzin, guru yang membimbing. Ilmu memang bisa dicari tanpa guru. Ilmu pun
bisa didapat tanpa ustadz. Tapi guru dan pembimbing, tak akan pernah bisa
tersingkir. Sebab, ilmu bukan hanya soal matematika atau bahasa Indonesia, tapi
juga soal transfer akhlak, moral, dan akidah. Dan terakhir kata Imam Syafi’I,
dalam ilmu pengetahuan, tak satu hal pun bersifat instan. Ilmu selalu
membutuhkan thulu zaman, perjalanan waktu. Tak ada ilmu untuk orang-orang
yang berpikir instan dan menghendaki hasil seperti mata yang dikedipkan. Tak
ada ruang untuk orang-orang yang ingin hasil secepat kilat.
Cukuplah enam syarat
seperti yang dicatat oleh Imam Syafi’i. Janganlah berkurang, meski satu saja
darinya. Sebab semuanya mempunyai kaitan yang sangat erat.
Teman-teman sekalian yang
saya cintai, tujuan ilmu sama sekali bukan hanya tentang kenikmatan
intelektual. Tujuan ilmu, bukan pula mencari puncak pencapaian. Tapi, untuk
memperbaiki kualitas hidup, amal, dan menjernihkan pandangan, serta arah
kehidupan.
Ilmu pun, bukan pula
kebenaran yang bersifat mutlak, tak berubah, apalagi kekal. Kebenaran ilmu
pengetahuan jauh di bawah kenenaran hakikat, kalamullah, firman Allah.
Dan Ibrahim a.s. telah
membuktikannya. Secara ilmu, tentu api terasa panas, tidak dingin. Tapi ketika
Allah azza wa jalla menghendaki, apapun bisa terjadi.
Orang-orang yang mengejar
ilmu untuk ilmu, ilmu untuk kepuasan berpikir, dan ilmu untuk menjadi gagah dan
bangga, seperti berjalan dalam labirin pekat yang membuat sesak. Sikap kita
pada ilmu, tentu akan menentukan segalanya. Dan sebaik-baiknya sikap, tentu
saja sikap yang mampu mengubah ilmu menjadi kekuatan yang menyelamatkan.
Dan akhir dari semua
usaha, tentu dengan tengadah tangan dan berlapang dada, memanjat doa. Semoga
Allah, dengan ilmu yang kita dapat, memberikan kesempatan seluas-luasnya,
sehingga kita bermanfaat bagi umat. Dan memetik kemenangan, di dunia pun di
akhirat. Semoga Allah meringankan langkah para pencari ilmu dan meridhainya
dengan cahaya di jalan yang benderang.
Dan semoga apa yang saya bawakan ini, sangatlah bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi saya pribadi. Akhir kata, subehanaka allahumma wabiahamdik
ashaduallailaha