JAKARTA (voa-islam.com) - Acara MetroTV, Mata Najwa, tadi malam, menghadirkan tokoh
kiri Adian Napitupulu yang mewakili Jokowi, dan Ahmad Yani yang mewakili
Prabowo. Acara MetroTV itu, yang memang sudah disetting, tujuahnnya hanya satu
: ‘Menghancurkan Profile Capres Prabowo’. Tidak ada lain. MetroTV menjadi
tempat siapapun, yang bisa membuat opini negatif terhadap Prabowo, dan memiliki
‘efect damage’ (menghancurkan), serta berskala luas.
Adian Napitulu, pendiri Forkot (Forum Kota), sebuah entitas
gerakan kaum kiri, di tahun-tahun menjelang kejatuhan Soeharto. Adian pendiri
dan ‘vangard’ (pelopor) gerakan kaum
kiri di ibukota Jakarta, kala itu, dan sekarang dikenal dengan ‘Aktivis 98’,
dan dia bergabung dengan PDIP, kemudian
menjadi calon legislatif PDIP 2009 dan 2014.
Adian yang pernah kuliah hukum di sebuah universitas Kristen
itu, memiliki ‘trauma’ di saat menjelang kejatuhan Soeharto, dan selalu
berhadapan dengan aparat keamanan. Memori masa lalu, itulah yang terus
membayangi kehidupannya. ‘Mindsetnya’ (cara berpikirnya), tak pernah berubah,
dan terus menjadikan tokoh militer, sebagai ‘musuh’ dan ‘ancaman’ bagi
kehidupan pribadinya dan kebebasan.
Termasuk terhadap Prabowo, yang pernah menjadi Danjen
Kopassus, dan selalu dilekatkan dengan kasus penculikan ‘aktivis’, yang umumnya
dari kelompok kiri. Maka, tampilnya Prabowo di kancah politik, dan menjadi
calon presiden, membuat Adian Napitupulu, pendiri ‘Forkot’, tak bisa memejamkan
matanya. Apalagi, sekarang dibenaknya terus dibayangi perasaan ‘fear’
(ketakutan), dan akan ini membangitkan motivasi dirinya melakukan gerakan
perlawanan.
Seperti dalam acara MetroTV, dan media ini memang memilih
tokoh ‘Forkot’, yang sudah sangat jelas, identitasnya karakter ideologinya,
dipasang menghadapi Ahmad Yani, yang mewakili sebuah ‘monster’ yang mengancam
bagi mereka kaum kiri, yang sekarang ini berhimpun di dalam tubuh PDIP.
Sejatinya, PDIP yang selalu menggunakan
simboll ‘merah’ itu, benar-benar tempat berhimpunnya kaum ‘merah’.
Tadi malam, Adian Napitulu dengan sikap sinis, dan sarkasme
memperlihatkan jati dirinya, yang sesungguhnya, ketika berhadapan dengan Ahmad
Yani di ‘Mata Najwa’. Adian tidak ada sedikitpun empatinya terhadap Prabowo. Di
mata Adian, Prabowo itu masih lebih berharga ‘tikus got’. Tak berguna bagi masa
depan Indonesia.
Prabowo sebagai militer tidak memiliki prestasi apapun, dan
tidak ada yang bisa di catat sebagai sebuah prestasi dalam sejarah bangsa. Di
mata Adian Napitupulu, Prabowo hanyalah
sebagai tokoh ‘terkutuk’, karena kejahatan HAM di masa lalu.
Adian Napitulu, membandingkan antara Jokowi dengan Prabowo,
seperti membandingkan antara masa depan dengan masa lalu. Jokowi bagian dari
masa depan bangsa, harapan rakyat, sebagai tokoh yang bersahaja, jujur,
merakyat, pluralis, dan tidak suka terhadap kekerasan. Menurut Adian, Jokowi
benar-benar sebagai antitesa masa lalu yang diwakili Prabowo. Jokowi adalah
masa depan Indonesia.
Bagi Adian Napitupulu, tokoh seperti Jokowi itu sebagai
‘nabinya’ rakyat jelata, yang memimpikan keadilan, dan kehidupan yang lebih
baik, tidak ada lagi penindasan, serta berlakunya semua kebebasan yang
menyeluruh dengan lebih bersikap ‘altruisme’ (lebih mementingkan orang lain,
dibandingkan dirinya sendiri).
Adian Napitulu dengan sangat berapi-api menjelaskan Jokowi,
yang mulai dari bawah, dari Solo dan kemudian Jakarta. Semua dengan gayanya
yang ‘blusukan’ itu, dianggap sebagai keberpihakan dan komitmen terhadap rakyat
jelata.
Adian Napitulu dengan nada yang sangat sinis, menyatakan
bagaimana Prabowo mau memimpin negara, sebagai tokoh militer, dia telah dipecat oleh pengadilan militer. Bagaimana
akan menjadi penglima tertinggi, memimpin militer, sedangkan dia sudah dipecat
dari militer, ujar Adian. Kasus masalalu yang dikaitkan dengan HAM, selalu
menjadi isu yang paling pokok, yang sekarang diarahkan kepada Prabowo.
Bagaimana Prabowo mau memberantas korupsi, yang sudah memuji
Suryadarma Ali, dan menjadi salah satu pendukungnya. Tapi, sekarang menjadi
tersangka korupsi, tutur Adian Napitulu. Prabowo menjadi sosok atau steriotipe
negatif, yang harus menjadi musuh bersama.
Menjelang acara ‘Mata Najwa’ ditutup, Adian diminta oleh
Najwa Shihab, menutup dengan kata yang positip bagi Prabowo, maka lagi-lagi
dengan tertawanya yang sangat sinis, Adian mengatakan tentang kesukaan Prabowo
terhadap kudanya, dan lebih sinis lagi, pendiri ‘Forkot’ itu, mengatakan
Prabowo menjadi idaman ibu-ibu, yang berharap menjadi ‘ibu negara’, tuturnya.
Benar-benar sangat menghunjam dan sinis, sikap Adian Napitulu.
Prabowo sekarang menjadi musuh bersama bagi barisan ‘MERAH’,
dan tidak menginginkan tampilnya Prabowo memimpin Indonesia. Dengan menggunakan
berbagai isu di masa lalu, difasilitasi oleh media, seperti MetroTV. Timses PDIP sendiri sengaja
memilih mantan aktivis kiri menjadi pasukan 'berani mati' di TV, menghadapi
'orang-orang' yang menjadi pendukung Prabowo.
Polarisasi telah membelah bangsa, antara barisan ‘Merah’ dan
‘Hijau’, sampai pada titik kolmunisi tertentu, kampanye negatif yang sekarang
ini berlangsung terhadap Prabowo, tidak tertutup dengan tingkat emosi yang sudah menggelegak, dan
hanya ada satu kemungkinan, yaitu lahirnya ledakan sosial dan politik,
yang mengarah kepada apa yang disebut
‘civil war’, suka atau tidak suka. Kalau sudah terjadi, siapapun tidak bisa
menghentikannya. Wallahu’alam.