MERDEKA.COM. Jelang pelaksanaan pilpres 2014, konstelasi politik kian memanas.
Seluruh isu yang cenderung menjadi black campaign digelontorkan untuk
menjatuhkan para calon.
Salah satunya adalah kasus penculikan aktivis dan HAM. Belum lama ini,
publik ramai membicarakan surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang berisi
rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran.
Hal itu lantas menuai polemik. Kubu Prabowo tak terima surat yang
menurut mereka bersifat rahasia negara itu disebarkan kepada publik melalui
media sosial. Kubu Prabowo menduga ada pihak yang sengaja membocorkan surat DKP
itu.
Meski tak mau menunjuk siapa pelaku penyebaran, kubu Prabowo menyatakan dokumen
tersebut hanya ada di brankas Panglima ABRI saat itu yakni Jenderal Wiranto.
"Jadi kalau kemarin itu beredar satu dokumen seolah-olah dokumen
Dewan Kehormatan Perwira (DKP), itu adalah rahasia negara. Berarti ada yang
membocorkan rahasia negara. Kita berharap juga institusi TNI mengusut siapa
yang membocorkan dokumen-dokumen, karena itu hanya ada di brankas Panglima
ABRI, ketika itu dalam hal ini adalah Pak Wiranto. Jadi itu adalah suatu tindak
pidana, membocorkan rahasia negara," kata Waketum Gerindra sekaligus
Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Fadli Zon di Rumah Polonia, Jakarta
Timur, Senin (9/6).
Seperti diketahui, DKP beranggotakan sejumlah jenderal yakni; Ketua
Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua Jenderal Fachrul Razi, Sekretaris Letjen Djamari
Chaniago. Kemudian Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf
Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.
Saat ini, beberapa di antara jenderal tersebut tergabung dalam tim
sukses pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka antara lain; Jenderal (Purn)
Wiranto, Jenderal (Purn) Subagyo HS, Jenderal (Purn) Fachrul Razi. Sementara,
Jenderal (Purn) Agum Gumelar telah menyatakan dukungannya kepada Jokowi-JK.
Mereka pun ramai-ramai membeberkan soal peristiwa 16 tahun lalu ini.
Jenderal (Purn) Fachrul Razi angkat bicara soal polemik beredarnya surat
DKP itu. Menurutnya, dari aspek kehormatan perwira Prabowo memang memiliki
banyak kesalahan.
Tak hanya itu, dia juga menceritakan sejumlah pertimbangan yang diambil
DKP sebelum memutuskan merekomendasikan pemberhentian Prabowo. Menurutnya,
Prabowo tidak disiplin dalam sejumlah hal.
"Beberapa kasus lainnya, misalnya dia sering tidak ada di tempat.
Kita tanya kemana dia, dia ada di sebuah negara tertentu, dan ini sangat-sangat
tidak disiplin dan membahayakan. Apalagi terakhir pada saat dia melakukan
penculikan itu. Terus terang saja, penculikan pada saat itu, kami hanya fokus
pada yang diculik yang sudah kembali. Kami tidak sedikit pun menyentuh yang
hilang. Dari hasil itu saja kami anggap dia sudah sangat pantas untuk dipecat.
Tapi kami sepakat untuk tidak menggunakan kata pemecatan," katanya.
Hal itu diamini oleh Jenderal (Purn) Agum Gumelar. Ia mengaku saat masih
menjabat sebagai Danjen Kopassus kerap ditegur oleh Kasad atas sikap
indisipliner Prabowo.
"Saya sendiri waktu itu jadi komandan, Danjen Kopassus, saya kena
tegur sama Kasad. 'Itu tuh Prabowo kalau keluar lapor nggak sama kamu?' Gitu
kan, ya saya lindungi lah, saya bilang, 'Lapor pak, mana berani dia nggak
lapor'."
"Terus habis itu dia saya panggil, 'Wo lu mau pergi kemana sih wo?
Pergi deh, tapi lu kalo mau pergi lapor dong biar gua tau lu di mana' nah itu
repotnya begitu lah (tidak disiplin), kira-kira begitu," katanya.
Tak mau tinggal diam, mantan Wakasad Letjen TNI Purnawirawan Suryo Prabowo
yang masuk dalam tim sukses Prabowo-Hatta, langsung bereaksi. Ia justru
mempertanyakan tanggung jawab atasan Prabowo dalam kasus penculikan.
"Mengapa Jenderal Feisal Tanjung, Jenderal Wiranto, Jenderal
Subagyo HS dan Jenderal Fachrul Razi yang merupakan atasan Langsung Letjen
Prabowo kok seluruhnya melarikan diri dari tanggung jawab?" katanya dalam
siara pers yang diterima merdeka.com, Selasa (10/6).
Menurut Suryo, Prabowo sudah bersikap ksatria dengan bertanggung jawab
pada sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) atas kesalahan yang dilakukan anak
buahnya.
"Bahkan dengan keji dalam DKP mereka menyampaikan 11 tuduhan, di
antaranya adalah Prabowo telah menyalahgunakan wewenang dan pelanggaran
prosedur, seperti pengabaian sistem operasi, dan disiplin hukum di lingkungan
ABRI. Kemudian lebih dari itu sekarang ini mereka menyebarkan fitnah, bahwa
Prabowo dipecat karena telah melakukan pelanggaran HAM berat terkait dengan
tuduhan sebagai dalang peristiwa kerusuhan Mei 1998. Apa-apaan Jenderal seperti
ini? Ini kan contoh tidak baik buat junior mereka di TNI karena mengajarkan
untuk jadi pengecut dan penakut," bebernya.